Meminta cerai tanpa ada alasan yang dibenarkan syariat termasuk dosa besar yang wajib dijauhi dan ditinggalkan istri muslimah.
Diriwayatkan dari TsaubanRadhiyallahu ‘Anhuia berkata:
RasulullahShallallahu ‘Alaihi Wasallambersabda,”Siapa saja wanita yang
meminta (menuntut) cerai kepada suaminya tanpa alasan yang dibenarkan
maka diharamkan bau surga atas wanita tersebut.” (HR. Abu Dawud,
Al-Tirmidzi, dan Ibnu Majah. Dishahihkan Syaikh Al-Albani dalam Shahih
Abi Dawud)
Syaikh Muhammad Abdurrahman bin Abdurrahim al-Mubarakfuri, Penulis
Tuhfah al-Ahwadzi, menjelaskan tentang makna diharamkannya bau surga
baginya: dia dilarang menciumnya. Ini sebagai bentuk ancaman serius.
Atau itu terjadi berkaitan pada satu waktu dan tidak pada selainnya.
Maksudnya: ia tidak mendapati bau surga di saat orang-orang suka berbuat
baik (muhsinun) pertama kali menciumnya. Atau ia tidak mendapati bau
surga sama sekali sebagai ancaman yang serius.”
Sebagian ulama lain menjelaskan maknanya: diharamkan baginya mencium bau surga walaupun ia memasuki surga tersebut.
Alasan yang Membolehkan Wanita Minta Cerai
Ancaman diatas akan menimpa wanita yang menggugat cerai suami jika tanpa
disertai alasan yang dibenarkan. Yaitu alasan yang benar-benar
mengharuskannya bercerai. Contohnya: perlakuan suami yang buruk -tidak
mencukupkan nafkahnya, suka memukul dan menganiaya, dan semisalnya-,
suami tidak mau menjalaskan perintah agama & beraklak buruk, ia
membencinya (tidak ada rasa suka/cinta kepada suaminya) sehingga ia
tidak bisa hidup bersamanya, terjadi penyimpangan seksual, tidak bisa
memenuhi kebutuhan batin, dan semisalnya.
Dari Ibnu AbbasRadhiyallahu ‘Anhumamenyampaikan; Istari Tsabit bin Qais
datang kepada NabiShallallahu ‘Alaihi Wasallamdan berkata:
“Wahai Rasulullah, Tsabit bin Qais, tidaklah aku mencelanya atas agama
dan akhlaknya, akan tetapi aku khawatir kekufuran dalam Islam.” Maka
RasulullahShallallahu ‘Alaihi Wasallambersabda: “Apakah kamu mau
mengembalikan kebun miliknya itu?” Ia menjawab, “Ya.”
RasulullahShallallahu ‘Alaihi Wasallambersabda: “Terimalah (wahai
Tsabit) kebun itu, dan ceraikanlah ia dengan talak satu.” (HR.
Al-Bukhari dan lainnya)
Ibnu Hajar menjelaskan dalam Fathul Baari, bahwa Istari Tsabit tidak
menginginkan pisah dari suaminya karena akhlak suaminya yang buruk dan
tidak pula karena agamanya yang kurang. Tapi karena suaminya berparas
jelek dan tidak menyenangkan hatinya sehingga ia merasa jijik dan tidak
ada rasa suka kepadanya.
Kemudian dia mengadu kepada RasulullahShallallahu ‘Alaihi Wasallamkarena
takut akan terjerumus ke dalam kekufuran karena rasa tidak suka yang
ada dalam dirinya sehingga melakukan sesuatu yang bisa menciderai
pernikahannya. Ia tahu bahwa hal itu haram sehingga takut kebenciannya
mendorongnya ke dalam keharaman tersebut. (Diringkas dari Fathul Baari:
9/399)
Hadits tersebut menerangkan bahwa rasa benci seorang wanita kepada
suaminya karena tidak adanya rasa cinta & takutnya ia akan
menelantarkan hak-hak suaminya menjadi satu udzur untuk meminta pisah
dari suaminya, tapi bagi wanita tersebut mengajukan khulu dengan
mengembalikan mahar yang telah diberikan suaminya dahulu. Namun jika ia
masih bisa bersabar dan berharap ridha Allah dengan tetap menjaga
keluarganya tentu ini lebih utama.
Syaikh Ibmu Jibrin menjelaskan beberapa perkara yang membolehkan seorang wanita mengajukan Khulu:
Pertama, Apabila seorang wanita membenci karakter akhlak suaminya
seperti kasar, temperamen, mudah tersinggung, sering marah-marah,
terlalu saklek, kurang bisa menerima kekurangan maka ia boleh mengajukan
khulu.
Kedua, apabila tidak suka dengan tampangnya seperti memiliki cacat,
buruk rupa, kurang pada panca inderanya, maka ia dibolehkan meminta
khulu.
Ketiga, apabila ada cacat dalam agamanya seperti suka meninggalkan
shalat, meremehkan shalat Jamaah, tidak puasa Ramadhan tanpa udzur
syari, atau melakukan perbuatan haram seperti zina, mabuk-mabukan, suka
nongkrong, maka dibolehkan baginya menuntut khulu.
Keempat, jika suami tidak memberikan haknya seperti nafkah, pakaian, dan
kebutuhan pokoknya padahal ia mampu memberikannya; maka istri tersebut
boleh mengajukan khulu.
Kelima, apabila suami tidak bisa menunaikan kewajiban nafkah batin
karena memiliki penyakit seksual atau tidak adil dalam pembagian jatah
giliran. Maka ia boleh mengajukan Khulu.